Sabtu, 16 Januari 2021

Resensi Buku Gadis Pantai, Pramoedya Ananta Toer

 


Judul : Gadis Pantai

Penulis : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Hasta Mitra

Tahun Terbit : 2000

 

Tentang Penulis :

Novel hebat karya Pramoedya Ananta Toer bukan hanya Gadis Pantai. Beliau menulis banyak karya karya lain yang lahir dari kepiawaian beliau dalam mengekspresikan jiwa seninya, yaitu lewat sastra. Beliau merupakan penulis hebat dari Indonesia yang dulu, meski harus mendekam dalam pengasingan, tak pernah melewatkan waktu dan kesempatan yang ada untuk menuangkan segala buah pikiran beliau dalam bentuk tulisan. Meski karya karya beliau dibakar, beliau tak putus akal dan semangat untuk terus mengabadikan diri dengan menulis, menulis, dan menulis agar kelak pada semua generasi, tulisan tulisan itulah yang berbicara, bercerita.

Sinopsis :

Gadis Pantai, kini si gadis ayu itu harus berpisah dari Emak Bapaknya. Meninggalkan rumah, sanak saudara, para tetangga, meninggalkan Kampung Nelayannya, juga meninggalkan laut yang selama ini menghidupinya. Ia telah diambil istri oleh Bendoro, kini semua orang yang ada dirumah itu memanggilnya Mas Nganten, Orang kampung pun jadi memanggilnya Bendoro Putri. Bapak bilang ia beruntung karena berjodoh dengan orang yang pandai dan taat agama, juga yang sangat baik nasabnya. Namun si Gadis Pantai tak senang, ia tak sebebas dulu bermain pasir dengan para bocah seusianya, ia tak bisa lagi menumbuk udang kering disamping rumah untuk membantu Emak, tak dapat lagi membantu Bapak membawa hasil tangkapan ikan. Kini yang harus ia lakukan hanya satu hal, mengabdi pada bendoro. Harus ia lakukan semua yang bendoro perintahkan dan harus ia tinggalkan semua larangan yang tak disukai bendoro. Ia harus bikin berdoro senang dan makin menyayanginya. Temannya hanya simbok, bujang yang hidup sebatang kara, ditinggal mati oleh suami suaminya dan anak pun simbok tak punya. Hanya dongengan simbok yang jadi pengusir sepinya.

Gadis Pantai tak bahagia meski kini ia punya segala yang bagus bagus. Bahkan Bendoro membelikannya perhiasan dan mutiara. Bendoro menggaji guru ngaji untuknya, ia juga belajar cara membatik. Namun Gadis Pantai tak suka ia menjadi begitu berbeda dari pandang semua penduduk desa, semua orang memuliakannya, menganggap derajatnya lebih tinggi. Padahal si Gadis Pantai juga bagian dari mereka, juga anak kandung Pantai Nelayan. Inilah kisah awal kehidupan si Gadis Pantai,

Ulasan :

Gadis pantai sebenarnya juga mengajarkan pada pembaca bagaimana sistem patriarki bekerja pada zaman itu, juga mungkin dapat direlevansi pada masa kini. Novel ini seolah menjadi contoh nyata bagaimana dalam lingkup keluarga maupun lingkungan sosial yang luas laki laki ditempatkan sebagai pemegang kekuasaan utama dan pendominasian peran dari hampir semua bidang. Laki laki dapat memerintah, melakukan segala hal yang mereka suka. Sedang yang perempuan, harus tunduk dan ikut apa kata lakinya.

Contoh nyata dari sistem feodalisme juga tergambar dalam novel ini. bagaimana penggambaran kekuasaan begitu melekat pada diri bangsawan. Penekanan untuk menghormati mereka mereka yang berasal dari kalangan atas dan memiliki nasab baik setidaknya akan membuat kita merasa perbedaan strata itu begitu kolot dan menjengkelkan.

Tentu masih ada banyak hal lagi yang dapat dipelajari dari buku ini, seperti pada perbedaan pola hubungan laki laki dan perempuan yang sudah menikah antara mereka yang tinggal di kota dan mereka yang tinggal di desa. Perbedaan lingkungan sosial, pendidikan, dan interaksi antar individu kota dan desa juga dapat diamati dan dipelajari dalam buku ini.

Dalam buku ini juga menyinggung tentang pernikahan dini, bagaimana si gadis pantai dipaksa menikah meski saat itu usianya belum cukup bahkan belum mengalami menstruasi. Tak sampai disitu, penulis pun juga menjabarkan tentang bagaimana anggapan masyarakat strata atas bahwa pernikahan yang sebenarnya adalah ketika kedua mempelai sama atau setara, bagi para bendoro yang memiliki istri tidak sederajat dengannya atau dalam kasus si Gadis Pantai ini ia hanya seorang gadis kampung dan tidak berpendidikan, maka si bendoro masih dianggap perjaka.

Hal lain yang juga disinggung oleh penulis adalah tentang hak asuh anak, pada bagian akhir, pembaca akan ditunjukkan bagaimana pahitnya ketidakadilan yang menimpa si gadis pantai. Masalah hak asuh anak ini tentu ada keterkaitannya dan masih relevan dengan masa sekarang.

Kelebihan :

Saya kira dari beberapa buku karya Pramoedya Ananta Toer yang sudah say abaca, buku Gadis Pantai ini yang paling ringan pola kalimatnya sehingga mudah dipahami dan digambarkan dalam imajinasi.

Buku ini juga cocok dibaca oleh semua kalangan karena pembahasannya yang ringan dan tidak mengandung konten yang sensitif.

Kekurangan :

            Endingnya yang seperti menggantung (karena dua jilid seri setelahnya hilang) kiranya membuat pembaca kecewa tidak dapat mengetahui bagaimana kisah akhir kehidupan si Gadis Pantai

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Burung Simbah

Selepas sembahyang magrib, ibuk bapak selalu menyempatkan diri untuk mengobrol. Kadang di teras, di ruang tamu atau ketika duduk lesehan di ...