Judul : Gadis Pantai
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra
Tahun Terbit : 2000
Tentang Penulis :
Novel hebat karya Pramoedya Ananta
Toer bukan hanya Gadis Pantai. Beliau menulis banyak karya karya lain yang
lahir dari kepiawaian beliau dalam mengekspresikan jiwa seninya, yaitu lewat
sastra. Beliau merupakan penulis hebat dari Indonesia yang dulu, meski harus
mendekam dalam pengasingan, tak pernah melewatkan waktu dan kesempatan yang ada
untuk menuangkan segala buah pikiran beliau dalam bentuk tulisan. Meski karya
karya beliau dibakar, beliau tak putus akal dan semangat untuk terus mengabadikan
diri dengan menulis, menulis, dan menulis agar kelak pada semua generasi,
tulisan tulisan itulah yang berbicara, bercerita.
Sinopsis :
Gadis Pantai, kini si gadis ayu itu
harus berpisah dari Emak Bapaknya. Meninggalkan rumah, sanak saudara, para
tetangga, meninggalkan Kampung Nelayannya, juga meninggalkan laut yang selama
ini menghidupinya. Ia telah diambil istri oleh Bendoro, kini semua orang yang
ada dirumah itu memanggilnya Mas Nganten, Orang kampung pun jadi memanggilnya
Bendoro Putri. Bapak bilang ia beruntung karena berjodoh dengan orang yang
pandai dan taat agama, juga yang sangat baik nasabnya. Namun si Gadis Pantai
tak senang, ia tak sebebas dulu bermain pasir dengan para bocah seusianya, ia
tak bisa lagi menumbuk udang kering disamping rumah untuk membantu Emak, tak
dapat lagi membantu Bapak membawa hasil tangkapan ikan. Kini yang harus ia
lakukan hanya satu hal, mengabdi pada bendoro. Harus ia lakukan semua yang
bendoro perintahkan dan harus ia tinggalkan semua larangan yang tak disukai
bendoro. Ia harus bikin berdoro senang dan makin menyayanginya. Temannya hanya
simbok, bujang yang hidup sebatang kara, ditinggal mati oleh suami suaminya dan
anak pun simbok tak punya. Hanya dongengan simbok yang jadi pengusir sepinya.
Gadis Pantai tak bahagia meski kini
ia punya segala yang bagus bagus. Bahkan Bendoro membelikannya perhiasan dan
mutiara. Bendoro menggaji guru ngaji untuknya, ia juga belajar cara membatik.
Namun Gadis Pantai tak suka ia menjadi begitu berbeda dari pandang semua
penduduk desa, semua orang memuliakannya, menganggap derajatnya lebih tinggi.
Padahal si Gadis Pantai juga bagian dari mereka, juga anak kandung Pantai
Nelayan. Inilah kisah awal kehidupan si Gadis Pantai,
Ulasan :
Gadis pantai sebenarnya juga
mengajarkan pada pembaca bagaimana sistem patriarki bekerja pada zaman itu,
juga mungkin dapat direlevansi pada masa kini. Novel ini seolah menjadi contoh
nyata bagaimana dalam lingkup keluarga maupun lingkungan sosial yang luas laki
laki ditempatkan sebagai pemegang kekuasaan utama dan pendominasian peran dari
hampir semua bidang. Laki laki dapat memerintah, melakukan segala hal yang
mereka suka. Sedang yang perempuan, harus tunduk dan ikut apa kata lakinya.
Contoh nyata dari sistem feodalisme
juga tergambar dalam novel ini. bagaimana penggambaran kekuasaan begitu melekat
pada diri bangsawan. Penekanan untuk menghormati mereka mereka yang berasal
dari kalangan atas dan memiliki nasab baik setidaknya akan membuat kita merasa
perbedaan strata itu begitu kolot dan menjengkelkan.
Tentu masih ada banyak hal lagi yang
dapat dipelajari dari buku ini, seperti pada perbedaan pola hubungan laki laki
dan perempuan yang sudah menikah antara mereka yang tinggal di kota dan mereka
yang tinggal di desa. Perbedaan lingkungan sosial, pendidikan, dan interaksi
antar individu kota dan desa juga dapat diamati dan dipelajari dalam buku ini.
Dalam buku ini juga menyinggung
tentang pernikahan dini, bagaimana si gadis pantai dipaksa menikah meski saat
itu usianya belum cukup bahkan belum mengalami menstruasi. Tak sampai disitu,
penulis pun juga menjabarkan tentang bagaimana anggapan masyarakat strata atas
bahwa pernikahan yang sebenarnya adalah ketika kedua mempelai sama atau setara,
bagi para bendoro yang memiliki istri tidak sederajat dengannya atau dalam
kasus si Gadis Pantai ini ia hanya seorang gadis kampung dan tidak
berpendidikan, maka si bendoro masih dianggap perjaka.
Hal lain yang juga disinggung oleh
penulis adalah tentang hak asuh anak, pada bagian akhir, pembaca akan
ditunjukkan bagaimana pahitnya ketidakadilan yang menimpa si gadis pantai.
Masalah hak asuh anak ini tentu ada keterkaitannya dan masih relevan dengan
masa sekarang.
Kelebihan :
Saya kira dari beberapa buku karya
Pramoedya Ananta Toer yang sudah say abaca, buku Gadis Pantai ini yang paling
ringan pola kalimatnya sehingga mudah dipahami dan digambarkan dalam imajinasi.
Buku ini juga cocok dibaca oleh semua
kalangan karena pembahasannya yang ringan dan tidak mengandung konten yang
sensitif.
Kekurangan :
Endingnya
yang seperti menggantung (karena dua jilid seri setelahnya hilang) kiranya
membuat pembaca kecewa tidak dapat mengetahui bagaimana kisah akhir kehidupan
si Gadis Pantai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar