Resensi Buku Rumah Kaca
Judul : Rumah Kaca
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun Terbit : 2011
Tentang Penulis :
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah pada tahun
1925. Beliau merupakan penulis hebat asal Indonesia yang buah karyanya tak
perlu diragukan lagi. Beliau menulis banyak karya hebat salah satunya adalah
Tetralogi Buru yang terdiri atas 4 buku yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa,
Jejak Langkah dan terakhir Rumah Kaca yang sedikit banyak memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang bagaimana sejarah dari bangsa Indonesia ini.
Dan karena tulisan tulisannya yang hebat inilah bukan tidak mungkin beliau
berhasil menyabet banyak penghargaan penghargaan hebat untuk karyanya.
Sinopsis :
Arus gelombang zaman yang kian tak terkontrol kiranya membuat
Gubernur Jendral Indeburg gelisah. Apalagi sejak Revolusi Tiongkok terjadi,
Gubernur Jendral dibuat pusing dengan semangat nasionalisme yang timbul di
kawasan Asia. Dan hal itulah yang agaknya membuat Gubernur semakin ketar ketir dengan
berdirinya organisasi pribumi yang dipimpin oleh seoarang pribumi terpelajar, siapalagi jika
bukan Raden Mas Minke yang dengan semangatnya memiliki cita cita untuk
mempersatukan Hindia. Sepak terjang Minke dalam dunia kepenulisan cukup membuat
Gubernur Jendral Idenburg gelisah, apalagi dengan tajuk tajuk dari surat kabar
milik Minke yang memang digandrungi oleh hampir semua masyarakat itu sedikit
demi sedikit mulai menyadarkan pada bangsa Hindia apa itu nasionalisme.
Barang tentu karena itulah, Gubernur Jendral mengutus Jacques
Pangemanann, seorang komisaris polisi yang sebelumnya hanya bekerja dengan
kertas dan pena kini harus turun tangan langsung terjun ke lapangan untuk
memadamkan semangat gerakan kebangkitan nasionalisme pribumi. Koran dan majalah
adalah hal vital dimana komunikasi antar pribumi terjalin lewat media cetak
tersebut. Lewat bacaan para pribumi dapat mengeluhkan segala macam
ketidakadilan yang terjadi untuk kemudian masalah masalah tersebut tidak lagi
menjadi permasalahan pribadi melainkan persoalan umum. Hal inilah yang tentu
meresahkan para Gubermen. Karena itu, diutuslah Jacques Pangemanann untuk
meredakan kekhawatiran para Gubermen juga Gubernur Jendral. Dan tentu sasaran
utama yang pertama adalah Minke, yang merupakan juru bicara bangsanya lewat
surat kabar miliknya, “Medan”.
Novel ini juga merupakan babak akhir dari cerita kehidupan
Minke. Bagaimana keadaan yang diceritakan oleh penulis tentang akhir hidup
orang hebat seperti Raden Mas Minke cukup membuat pembaca ikut merasa miris.
Segala hal yang dulu dipunya dan ada dalam genggamannya satu persatu hilang. Ia
tak lagi punya apapun. Namun hal yang menjadi pembelajaran bersama adalah
bagaimana rasa cinta Minke terhadap bangsanya begitu membuatnya royal melakukan
dan mempertaruhkan apapun untuk memajukan bangsanya sendiri, bangsa yang ia
banggakan dan ia cintai.
Ulasan :
Rumah Kaca merupakan bagian terakhir dari Tetralogi Pulau
Buru yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer saat di penjara. Berbeda dari 3
jilid sebelumnya yang menempatkan Minke sebagai tokoh utamanya, pada buku kali
ini penulis menggunakan sudut pandang dari seorang Komesaris polisi pribumi
bernama Pangemanann. Hal inilah yang kemudian membuat buku ini menarik dimana
pergolakan batin dari seorang Pangemanann yang harus memilih antara nuraninya
yang begitu mengagumi sosok pribumi terpelajar yang hebat macam Minke atau
logika yang mengharuskannya mengabdi sepenuh hati pada Gubernur Jendral yang
telah menggajinya. Mencukupi kebutuhan keluarganya, istri dan empat orang
anaknya yang bahkan dua diantaranya kini tengah mengenyam pendidikan diluar
negeri. Masa depan menjanjikan ada didepan mata selama ia masih mampu membiayai
kebutuhan pendidikan anaknya. Dan mau tidak mau, untuk tetap bisa mendapat gaji
tersebut, ia harus mematuhi segala yang diperintahkan oleh Gubernur Jendral.
Buku ini sepatutrnya menjadi bahan bacaan untuk para generasi
muda agar lebih mengenal seperti apa bangsanya juga supaya mereka lebih
menghormati dan mau mencintai bangsa sendiri. Dari Minke para generasi
seharusnya belajar bagaimana cara berjuang untuk memajukan bangsa ini meski itu
dimulai dari hal yang sederhana, menulis.
Kelebihan :
Tentu seperti karya karyanya yang sebelumnya, Pak Pram
menempatkan banyak pembelajaran yang dapat dipetik dari setiap kejadian yang
dialami oleh tokoh tokohnya.
Detail kejadian yang tergambar secara rinci membuat
pembacanya akan larut dan terbawa untuk ikut merasakan dan belajar bagaimana
pahit manis hal hal yang terjadi dalam kehidupan para tokoh.
Selain itu, pemahaman penulis tentang dunia luar tertuang pada
bagaimana penulis dapat menceritakan secara detail bagaimana perkembangan dari
Negara Negara lain seperti salah satau contohnya adalah revolusi Tiongkok.
Kekurangan :
Mungkin pada beberapa kalimat yang memang susah dipahami
maknanya karena terkendala diksi dan penyajian pola katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar