Selasa, 09 Maret 2021

Lelaki Harimau, Eka Kurniawan : Ada Harimau Didalam Tubuhku

 



Andai saya jadi Margio, saya pun tidak akan tahu harus seperti apa saya mengambil sikap.

Saya kira, Margio gila. Semua orang akan berpikiran yang sama jika tidak tuntas membaca buku dahsyat ini, Lelaki Harimau, Karya Eka Kurniawan. Saya rasa, gara-gara Lelaki Harimau ini, saya akan dengan senang hati membaca buku karya Eka Kurniawan yang lain.

Novel dengan alur maju mundur ini sebenarnya bukan menceritakan sesuatu yang muluk-muluk, hanya menceritakan kehidupan para penghuni rumah 131 yang sungguh sederhana. Namun cara Eka mengemasnya, itulah yang luar biasa.

Eka Kurniawan nyatanya sangat handal memadukan segala hal yang memang tak masuk akal namun dapat diterima logika sebab mengangkat permasalahan sosial yang sepertinya telah menjadi momok menyesakkan bagi masyarakat.

Ambil saja sebagai contoh : perselingkuhan Nuraeini dengan Anwar Sadat, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Komar bin Syueb pada istrinya, hingga penderitaan batin yang dialami Margio karena pertengkaran yang selalu mewarnai kehidupan rumah tangga orang tuanya, saya rasa Margio ini bisa digolongkan sebagai anak yang mengalami Broken Home.

Margio hanyalah bocah biasa, sederhana dan tak banyak tingkah. Sayang, bocah tak bersalah ini dibesarkan ditengah keluarga yang kurang harmonis bahkan cenderung toxic bagi anak sepenurut Margio.

Anehnya, saya pun cukup bingung ingin menyalahkan siapa. Di awal, saya begitu ketar ketir dengan kegilaan yang dilakukan Margio, menggigit leher manusia lain hingga putus urat bahkan koyak dagingnya bukanlah hal yang sepatutnya dilakukan manusia normal. Bahkan psikopat pun butuh sekedar benda tajam seperti golok atau pisau untuk membunuh targetnya. Tetapi Margio? Hanya cukup dengan deretan giginya saja mampu membuat Anwar Sadat tumbang meregang nyawa.

Namun, jika ditilik lagi dari segala masa yang sudah dilewati Margio, mungkin wajar bagi Margio hilang kewarasan. Margio, hanya  anak manis yang menginginkan senyum riang diwajah ibunya. Sayangnya, bukan binar kebahagiaan yang didapat tetapi justru tubuh sang ibu harus sering remuk dan penuh memar akibat hantaman ayahnya, Komar bin Syueb.

Ya sudah, berarti salahkan saja Komar bin Syueb!

Eits, tidak semudah itu. Mungkin saya membenci segala tingkah kasar Komar yang memang ringan tangan memukul istri dan anaknya, namun diwaktu yang bersamaan, akan timbul rasa kasihan ketika menyadari Komar hanyalah laki-laki biasa yang menginginkan sambutan hangat sewaktu pulang kerja sebagai bayaran pelepas penat dari istrinya. Namun yang didapatnya  setelah bertahun-tahun menjalani biduk rumah tangga dengan Nuraeni, hanyalah wajah judes dan omongan pedas sang istri.

Oh, berarti salah Nuraeni, dia istri yang tidak berbakti!

Begini saja, betahkah perempuan hidup dengan laki-laki yang tak dicintainya? Menderita dalam kemiskinan dan hidup seadanya? Bahkan cincin kawin pun terpaksa dijual demi memenuhi kebutuhan. Nuraeni, hanyalah perempuan lugu yang baru menemukan cintanya di usia 30 tahun, sayangnya cinta itu bukan untuk suami sahnya, melainkan untuk Anwar Sadat, laki-laki hidung belang yang punya hobby mencicipi perempuan. Kelembutan Anwar Sadat dalam melayani perempuan tak didapat Nuraeni dari suami kasarnya, mungkin sebab itulah Nuraeni sudi berpaling.

Menengok masa lalu, Nuraeni awalnya tidak benar-benar membenci suaminya, Komar bin Syueb. Ia hanyalah gadis lugu yang berharap dikirimi surat cinta dari kekasihnya yang kerja jauh ke kota. Sungguh sayang, penantian Nuraeni tak dibalas dengan apik oleh Komar, setelah menunggu kiriman surat selama setahun, Nuraeni mulai jengah, rasa suka pada Komar pun hilang menguap. Dan gadis itu tak tega pada orang tua dan mertuanya untuk menolak dikawinkan dengan Komar. Sejak itu, neraka rumah tangganya dimulai.

Salah Komar berarti sedari awal!

Sayangnya, perlu berpikir dua kali untuk lagi-lagi menyalahkan Komar. Apa hanya karena tidak mengirim surat disebabkan kebingungan hendak apa ditulis harus berbuntut panjang dimasa depan dengan hamilnya si istri akibat benih orang lain? Haruskah Komar berlapang dada menerima bayi yang dilahirkan sang istri dari hasil perselingkuhannya dengan pria lain?

Terlepas segala drama yang diciptakan oleh orang tuanya, rasa iba mungkin akan lebih tertujukan untuk Margio. Racun-racun pertengkaran orang tua, tingkah kasar dan suka main tangan Komar pada Nuraeni, perselingkuhan Nuraeni, semua itu berujung pada segala penderitaan yang menikam dada Margio. Dendam kesumat yang dipendamnya selama bertahun-tahunlah yang saya rasa membuat Margio hilang kewarasan.

“Ada Harimau didalam tubuhku” saya rasa bukan omong kosong belaka. Harimau itu benar benar ada. Hidup ganas didalam diri Margio dan terlahir dari segala luka yang ditorehkan oleh problema yang memberinya penderitaan sejak masa kanak-kanaknya.

Dan Harimau putih itu, keluar, menyerang sebagai bentuk keputusasaan Margio ketika satu satunya sumber keriangan yang menjadi alasan senyum diwajah sang Ibu, menolak untuk memberi kebahagiaan. Hm, anak malang itu hanya terlampau mencintai sang Ibu, hingga hilang rasa waras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Burung Simbah

Selepas sembahyang magrib, ibuk bapak selalu menyempatkan diri untuk mengobrol. Kadang di teras, di ruang tamu atau ketika duduk lesehan di ...