Resensi Buku Gadis Kretek
Judul : Gadis Kretek
Penulis : Ratih Kumala
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2012
Ratih Kumala merupakan penulis asal Indonesia yang banyak menulis
karya berupa novel, cerita pendek, dan skenario. Selain novel “Gadis Kretek”
yang berhasil masuk dalam 10 besar penerima penghargaan Kusala Sastra
Khatulistiwa sehingga semakin melambungkan namanya, Ratih Kumala juga menulis banyak
karya karya lain seperti Novel Tabula Rasa yang menjadi pemenang ketiga
lomba menulis novel Dewan Kesenian Jakarta, Novel Genesis, Kumpulan
Cerpen Larutan Senja, Novel Kronik Betawi, Novel Bastian dan
Jamur Ajaib, dan juga novel berjudul
Wesel Pos.
Gadis Kretek
merupakan novel bertema unik yang mengambil topik berupa Kretek. Pembaca akan
diajak berselancar untuk mengulas balik bagaimana sebenarnya perkembangan
kretek utamanya di Pulau Jawa. Bahkan dengan disertai ilustrasi berbagai merk
dagang kretek dan cerita dibaliknya.
Diawal cerita, kita akan disuguhi lakon utama seorang pemuda
bernama Lebas yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara yang merupakan
pewaris pabrik rokok “Djagad Radja”. Pembaca akan dibuat penasaran pada sosok
“Jeng Yah” yang namanya sering disebut sebut oleh Soeradja ketika pria tua itu
sedang tidak sadarkan diri atau dalam keadaan tertidur. Ketiga anak Soeradja
yaitu Lebas, Tegar, dan Karim memilih mencari tau siapa sebenarnya sosok Jeng
Yah yang sepertinya sangat dirindukan oleh Ayahnya yang bahkan nama ibu mereka,
Purwanti pun tidak pernah disebut. Lebas menduga, Jeng Yah ini adalah wanita
masa lalu Ayahnya, mungkin semacam mantan kekasih?.
Lalu mengapa judul novelnya adalah “Gadis Kretek?” pertanyaan ini
akan terjawab melalui petualangan tiga bersaudara ini mengitari kota kota
kretek dan kilas balik mengenai masalalu Ayah mereka. Dibumbui pertengkaran
pertengkaran dari Tegar si sulung dan Lebas si bungsu yang memang tidak pernah
akur, dan Karim lah sebagai anak kedua yang akhirnya terpaksa mengalah dengan
selalu menjadi penengah diantara keduanya. Tegar merupakan sosok yang tegas,
disiplin, pekerja keras, dan penurut. Sikapnya yang demikian inilah yang
agaknya menjadi faktor terpilihnya Tegar sebagai Direktur Utama Pabrik Rokok
“Djagad Radja” selain karena dia yang memang merupakan putra sulung. Sejak
kecil, Tegar telah dilatih dan dibekali oleh Ayahnya dasar dasar menjadi
pemimpin pabrik. Tegar belajar cara melinting rokok, memilih bahan baku, hingga
ke manajemen pabrik meski itu artinya masa remajanya harus ia habiskan untuk
mempelajari seluk beluk pabrik. Berbeda dengan abangnya, Lebas merupakan pemuda
bujang berjiwa bebas. Ia selalu melakukan apapun yang diinginkannya sehingga
hidupnya terkesan asal asalan. Sedangkan Karim, dia yang paling kalem. Menjadi
anak penurut bahkan saat terpaksa harus mendengarkan dongeng dongeng dari
kakeknya yang kelak, akan menjadi berguna saat mereka mancari keberadaan Jeng
Yah.
Dan dari sini, kita akan mengetahui alasan mengapa Soeradja begitu
mendamba kehadiran Jeng Yah disaat saat terakhir dalm hidupnya, ia ingin
bertemu Jeng Yah, Gadis Kreteknya.
Alasan penulis
menulis novel Gadis Kretek didasari oleh rasa penasarannya pada pabrik kretek
milik sang kakek yang sayangnya sudah meninggal sebelum penulis lahir. Penulis
juga melakukan riset selama kurang lebih empat tahun dengan mendatangi pabrik
pabrik kretek yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mendapatkan gambaran
seperti apa perkembangan dari kretek itu sendiri. Dan dengan dikombinasikan
dengan ide cerita yang penulis punya, jadilah novel hebat ini.
Bagi saya,
novel ini sangat keren. Produk lokal Indonesia yang memiliki jalan cerita
menarik dan penuh pengajaran apalagi dilatar belakangi tempat tempat atau kota
yang ada di Indonesia seakan membuat saya dapat sedikit membayangkan cerita ini
secara nyata meski hanya dalam imajinasi saya. Gaya bahasa novel ini terkesan
nyaman dan membuat pembaca betah membacanya tanpa harus bingung dengan jalan
cerita atau kalimat yang berbelit belit. Cukup simple namun dengan jalan cerita
anti mainstream yang akan membuat pembaca tidak akan pernah menduga akan
seperti apa endingnya. Beberapa peristiwa sejarah juga diceritakan secara
singkat lewat novel ini sehingga pembaca sedikit memiliki gambaran seperti apa
penjajahan jepang, peristiwa proklamasi, hingga sampai pada G30S PKI dilihat dari
sudut pandang rakyat biasa. Dalam novel ini pembaca akan juga dibuat gemas
dengan polah pemilik pabrik kretek “Djagad Radja” Soedjagad dan Soeradja. Juga
mungkin akan terpikat pada sosok Jeng Yah. Perbedaan zaman antara tiga generasi
pun turut menyumbang kelayakan novel ini menjadi 10 besar penerima penghargaan
Kusala Sastra Khatulistiwa 2012.
Namun, hal yang sedikit disayangkan adalah tentang endingnya yang
menurut saya kurang memuaskan. Entah karena apa, dibagian bagian akhir
sepertinya terasa terlalu tergesa gesa menuju Ending sehingga hasilnya kurang
pas. Selebihnya, dua jempol untuk buku karya Ratih Kumala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar