Jumat, 18 Desember 2020

Bullying

 

gambar bukan milik saya
 

“No one is born ugly, We’re just born in a judgemental society” Kim Namjoon, BTS.

Tentang Bully. Kita yakin, tidak ada yang setuju bahwa bullying itu baik. Membully berarti menindas. Melakukan hal hal tidak baik kepada oranglain. Baik melalui ucapan maupun perbuatan. Beberapa pembully biasanya menggunakan mulutnya untuk mengata ngatai si korban, menghina penampilan atau bentuk badan, bisa juga menjelek jelekkan status atau dari mana mereka berasal. Bisa juga menghina keluarganya. Ada juga pembullyan yang dilakukan secara tidak langsung (cyberbullying). Dan pada tahap yang parah, pembullyan bisa sampai melukai fisik.

Dari sebuah channel youtube, saya mendengar cerita dari seorang yang menjadi korban bully selama masa SMP dan SMAnya. Awal masalahnya cukup simple, hanya warna kulit. Seburuk itukah memiliki kulit yang tidak putih? Dia pun tidak pernah meminta dilahirkan dengan kulit yang berbeda dengan orang orang disekitarnya, apa kita berhak memilih ingin dilahirkan bagaimana? Jawabannya tidak.

Dan yang membuat saya cukup prihatin adalah tentang bagaimana kepasrahan para guru saat si korban ini menceritakan masalahnya. Kita tahu, menceritakan pada oranglain sesuatu yang membuat kita tidak nyaman itu bukan masalah gampang. Dan saat si korban ini sudah berusaha mengumpulkan keberaniannya dan bercerita, tanggapan yang didapatnya dari mayoritas guru adalah konseling dan kata kata “Yang sabar ya”.  Mungkin bisa menunjukkan kesimpatian, tapi apa dengan itu saja bisa menyelesaikan masalah?. Si korban ini bercerita agar dibantu, untuk bisa mendapat solusi.

Beberapa hal yang terfikirkan olehku tentang apa sebenarnya alasan dari si pembully ini  sehingga melakukan hal hal yang menyakiti oranglain. Dalam kasus ini, coba kita fokuskan objeknya pada siswa. Mungkin ingin terlihat hebat oleh siswa siswi lain? Membuktikan bahwa ia kuat dan punya kuasa? Sehingga kemudian ditakuti?. Sebagai pengalihan untuk meluapkan amarah? Atau iri pada si korban dan merasa terancam sehingga memilih membuat si korban ini takut?.

Lalu pertanyaan saya, apa mereka (si pembully) tidak merasa bersalah telah menyakiti oranglain? Tidakkah ada rasa menyesal setelah membuat oranglain membenci hidupnya sendiri? Tidak taukah mereka dampak yang ditimbulkan pada si korban?. Mungkin mereka tidak tau bagaimana tersiksanya menjadi menyedihkan.

Lalu, apa solusi untuk korban bully ini?

Bercerita kepada orangtua? Untuk beberapa orang mungkin cara ini bukan cara yang tepat. Terkadang mereka takut membuat orangtua lebih bersedih dan merasa bersalah bahwa anaknya tidak hidup dengan nyaman. Pasti orangtua akan berfikiran bahwa mereka telah gagal.

Kenapa tidak lapor kepada guru saja? Jika membaca kembali tulisan diatas dan kita menemukan kasus yang sama bahwa meski kita sudah mau dan berani bercerita namun hanya mendapat kata kata “Yang sabar yaa” si korban bisa apa? Apa masalah selesai hanya dengan bersabar? Jika kasusunya dimulai dari sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas adakah jaminan bahwa si korban ini tidak akan merasa depresi? 6 tahun bukan waktu yang singkat.

Melapor pada pihak berwajib? Saya pikir untuk anak seusia itu, mungkin memiliki banyak pertimbangan saat ingin membawa kasusnya pada pihak berwajib. Tidakkah pembullyan ini akan semakin menjadi jadi jika mereka (si pembully) ini diusik? Ya, mungkin sebesar itu ketakutan mereka. Lagi pun, tanpa pendampingan orang dewasa, korban bully ini tidak bisa apa apa.

Namun, kembali lagi. Semua dimulai dari dirimu sendiri. Miliki keberanian, saat kau mendapati dan merasakan dirimu akan menjadi korban bully, miliki keberanian untuk melawan. Mungkin dengan begitu, si pembully tak akan lagi melihatmu sebagai pihak lemah yang pasrah dibully. Sebaliknya, mungkin saja keberanianmu bisa mengajarkan pada oranglain bahwa menjadi kuat itu hebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Burung Simbah

Selepas sembahyang magrib, ibuk bapak selalu menyempatkan diri untuk mengobrol. Kadang di teras, di ruang tamu atau ketika duduk lesehan di ...