Resensi Buku Anak Semua Bangsa
Judul : Anak Semua Bangsa
Penulis : Pramodya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra
Tahun Terbit : 2002 (Cetakan ke 6)
Tentang Penulis :
Telah kita ketahui bersama bahwa
salahsatu penulis hebat dari Indonesia adalah beliau, Pramoedya Ananta Toer.
Dari karyanya, kita akan sama sama tahu betapa beliau adalah seorang pengamat
yang hebat. Analisis analisis cerdasnya tertuang dalam bagaimana penggambaran
segala tingkah polah tokoh cerita dalam karyanya juga bagaimana cara beliau
mendeskripsikan peristiwa peristiwa hebat dengan jalan cerita yang apik. Ada
banyak hal yang dapat kita pelajari pada diri beliau lewat karya karyanya,
salah satunya adalah “Anak Semua Bangsa” yang merupakan jilid dua dari
Tetralogi Buru dengan karya pertama beliau, Bumi Manusia. Kita akan
diajak lebih berkenalan lagi dengan sosok Minke yang memang menjadi tokoh utama
pada buku sebelumnya, tak lagi tentang mengenal orangnya, pada Anak Semua
Bangsa kali ini pembaca akan diajak menyelami pikiran Minke, juga segala
hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Sinopsis :
Minke dibuat kesal dengan perkataan dan
saran dari sahabatnya, Jean Marais. Pria itu menginginkan Minke menulis dalam
bahasa Melayu. Amarah Minke makin menjadi jadi saat Jean mengatakan bahwa Minke
tak kenal dengan bangsanya sendiri. Pendapat Jean juga didukung oleh Kommer, ia bilang ada banyak hal yang
tak Minke ketahui tentang bangsanya sendiri, padahal Kommer bukan seorang
pribumi, jelas Minke tersinggung. Dan ia dengan yakin mengatakan pada Minke
bahwa ia lebih mengenal bangsa ini daripada Minke sendiri.
Kabar telegram dari Panji Darman agaknya
membuat Minke dan Nyai Ontosoroh makin bersedih. Hari hari yang dilalui tak
lagi seceria dulu, saat Annelies masih bersama disamping mereka. Karena itu,
Minke menurut saja saat mertuanya itu mengajaknya ke Sidoarjo, ke rumah Paimin,
satu satunya saudara Nyai yang kini bekerja sebagai juru bayar di salah satu
pabrik gula yang berlokasi di Sidoarjo. Tujuan awalnya hanya ingin berlibur,
membebaskan diri sejenak dari penat. Namun siapa sangka, perjalanan itulah yang
membuatnya bertemu dengan orang macam Surati dan keluarga Trunodongso.
Dan dari kota itulah, Minke memulai
perjalanannya untuk lebih mengenal bangsanya sendiri, membuktikan pada Jean dan
Kommer bahwa keduanya salah menilai Minke sebagai pribumi yang tak kenal dengan
bangsanya sendiri. Pertemuan pertemuan Minke dengan orang orang yang kelak akan
menyadarkan Minke bahwa kiranya selama ini, ia terlalu berbangga diri sebagai
seorang lulusan HBS, dan bagaimana pola pikir ala Eropa yang selama ini
dipelajarinya, tidak selalu tepat.
Ulasan :
Jika pada buku yang sebelumnya (Tetralogi
Buru pertama : Bumi Manusia) fokus penulis adalah pada kehidupan pribadi
masing masing tokoh, maka lain halnya dengan jilid kedua ini, Anak Semua Bangsa
yang lebih mengarahkan cerita pada bagaimana lingkungan di sekitar tokoh utama
(Minke). Penulis menjabarkan tentang segala hal yang sebelumnya belum terjamah
dan tak mampir pada pikiran Minke. Kadang juga dibuat gemas bagaimana keras
kepalanya si tokoh utama terhadap nasehat sahabatnya.
Alasan Pramoedya menulis ini kiranya
sebagai lanjutan dari novel sebelumnya. Novel yang ditulisnya ketika di
pengasingan ini memiliki banyak sekali pesan moral, utamanya pada generasi muda
dimasa mendatang. Nasionalisme adalah salahsatu hal yang ditanamkan beliau
dalam karyanya ini. Mencintai bangsa sendiri itu penting.
Keunggulan :
Hal yang sangat menarik disini adalah
bagaimana cara penulis menggambarkan ceritanya tanpa mendikte pembaca. Pembaca
diajak menyelami berbagai permasalahan dengan pemikiran dari sudut pandang
masing masing. Pembaca bebas mengekspresikan cerita sesuai pikiran mereka,
tanpa harus repot repot mengikuti pola pikir penulis.
Isi dari buku ini juga mengandung banyak pelajaran.
Pembaca akan temukan banyak hal dari masalalu yang kiranya dapat dijadikan
pelajaran untuk masa kini. Juga akan diajak berekreasi pada masa masa lampau,
dimana sejarah tercipta. Kita akan ketahui bagaimana peristiwa sejarah dari
sudut pandang masyarakat biasa.
Kekurangan :
Tidak banyak kekurangan yang ada pada
buku ini, jikalaupun ada itu mungkin hanya dari beberapa kata yang memang sulit
ditafsirkan maknanya oleh pembaca awam. Beberapa kata baru yang tidak ada di
catatan kaki. Hanya itu saja, selebihnya buku ini menjadi teman seru
menghabiskan waktu, mengajak pembaca berselancar dalam alam pikir namun tak
juga dengan topik berat yang akan membuat bingung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar