Jumat, 18 Desember 2020

Bullying

 

gambar bukan milik saya
 

“No one is born ugly, We’re just born in a judgemental society” Kim Namjoon, BTS.

Tentang Bully. Kita yakin, tidak ada yang setuju bahwa bullying itu baik. Membully berarti menindas. Melakukan hal hal tidak baik kepada oranglain. Baik melalui ucapan maupun perbuatan. Beberapa pembully biasanya menggunakan mulutnya untuk mengata ngatai si korban, menghina penampilan atau bentuk badan, bisa juga menjelek jelekkan status atau dari mana mereka berasal. Bisa juga menghina keluarganya. Ada juga pembullyan yang dilakukan secara tidak langsung (cyberbullying). Dan pada tahap yang parah, pembullyan bisa sampai melukai fisik.

Dari sebuah channel youtube, saya mendengar cerita dari seorang yang menjadi korban bully selama masa SMP dan SMAnya. Awal masalahnya cukup simple, hanya warna kulit. Seburuk itukah memiliki kulit yang tidak putih? Dia pun tidak pernah meminta dilahirkan dengan kulit yang berbeda dengan orang orang disekitarnya, apa kita berhak memilih ingin dilahirkan bagaimana? Jawabannya tidak.

Dan yang membuat saya cukup prihatin adalah tentang bagaimana kepasrahan para guru saat si korban ini menceritakan masalahnya. Kita tahu, menceritakan pada oranglain sesuatu yang membuat kita tidak nyaman itu bukan masalah gampang. Dan saat si korban ini sudah berusaha mengumpulkan keberaniannya dan bercerita, tanggapan yang didapatnya dari mayoritas guru adalah konseling dan kata kata “Yang sabar ya”.  Mungkin bisa menunjukkan kesimpatian, tapi apa dengan itu saja bisa menyelesaikan masalah?. Si korban ini bercerita agar dibantu, untuk bisa mendapat solusi.

Beberapa hal yang terfikirkan olehku tentang apa sebenarnya alasan dari si pembully ini  sehingga melakukan hal hal yang menyakiti oranglain. Dalam kasus ini, coba kita fokuskan objeknya pada siswa. Mungkin ingin terlihat hebat oleh siswa siswi lain? Membuktikan bahwa ia kuat dan punya kuasa? Sehingga kemudian ditakuti?. Sebagai pengalihan untuk meluapkan amarah? Atau iri pada si korban dan merasa terancam sehingga memilih membuat si korban ini takut?.

Lalu pertanyaan saya, apa mereka (si pembully) tidak merasa bersalah telah menyakiti oranglain? Tidakkah ada rasa menyesal setelah membuat oranglain membenci hidupnya sendiri? Tidak taukah mereka dampak yang ditimbulkan pada si korban?. Mungkin mereka tidak tau bagaimana tersiksanya menjadi menyedihkan.

Lalu, apa solusi untuk korban bully ini?

Bercerita kepada orangtua? Untuk beberapa orang mungkin cara ini bukan cara yang tepat. Terkadang mereka takut membuat orangtua lebih bersedih dan merasa bersalah bahwa anaknya tidak hidup dengan nyaman. Pasti orangtua akan berfikiran bahwa mereka telah gagal.

Kenapa tidak lapor kepada guru saja? Jika membaca kembali tulisan diatas dan kita menemukan kasus yang sama bahwa meski kita sudah mau dan berani bercerita namun hanya mendapat kata kata “Yang sabar yaa” si korban bisa apa? Apa masalah selesai hanya dengan bersabar? Jika kasusunya dimulai dari sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas adakah jaminan bahwa si korban ini tidak akan merasa depresi? 6 tahun bukan waktu yang singkat.

Melapor pada pihak berwajib? Saya pikir untuk anak seusia itu, mungkin memiliki banyak pertimbangan saat ingin membawa kasusnya pada pihak berwajib. Tidakkah pembullyan ini akan semakin menjadi jadi jika mereka (si pembully) ini diusik? Ya, mungkin sebesar itu ketakutan mereka. Lagi pun, tanpa pendampingan orang dewasa, korban bully ini tidak bisa apa apa.

Namun, kembali lagi. Semua dimulai dari dirimu sendiri. Miliki keberanian, saat kau mendapati dan merasakan dirimu akan menjadi korban bully, miliki keberanian untuk melawan. Mungkin dengan begitu, si pembully tak akan lagi melihatmu sebagai pihak lemah yang pasrah dibully. Sebaliknya, mungkin saja keberanianmu bisa mengajarkan pada oranglain bahwa menjadi kuat itu hebat.

Pemilu : Bukan Lagi Tentang Memilih Pemimpin

 

gambar bukan milik saya 

Pilkada serentak beberapa hari yang lalu adalah momen pertama bagiku untuk ikut serta melakukan pencoblosan. Beberapa kali bertanya pada kakak dan ibu tentang bagaimana teknis untuk mencoblos bupati yang akan kupilih, meski tidak ada pilihan karena hanya terdapat satu calon untuk mewakili kabupaten kami. Cukup kecewa sebenarnya, dalam hati aku terus menggerutu “Apa yang mau dipilih coba? Ngga asik banget pilihannya Cuma ada satu”, tapi aku tetap berusaha berangkat dengan hati yang senang.

Namun, semangatku itu lenyap begitu medengar obrolan ayah dengan tetangga depan rumah kami.

Halaaah, pemilu bumbung kosong yo jelas menang lah yaa.. awakdewe ki isone muk manut, nuruti kon melu yo melu.. Ben ketok lek adewe ki warga Negara yang baik”. Celetuk Ayah yang asik ngobrol dengan Lik Rak.

Opo to, Yit,. Awakdewe kan asline muk mbalekne undangan tok”.

Komentar Ayah dan Lik Rak agaknya sedikit mengusik hatiku. Mengapa pemilu hanya difungsikan untuk mengembalikan undangan?. Apa maksutnya? Lalu teringat padaku tentang mekanisme pencoblosan. Sebelum menerima kertas suara, aku terlebih dahulu disuruh memperlihatkan undanganku. Dan undangan itu diambil. Itu agaknya yang membuat Lik Rak bilang bahwa pemilu sebenarnya hanyalah mengembalikan undangan.

Padahal jika ditilik lagi, pemilu memiliki arti penting dalam memenuhi sila keempat Pancasila yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Perwakilan, artinya dimana kita turut berpartisipasi dengan memilih sendiri pemimpin atau juga wakil rakyat  yang dikehendaki. Siapa yang kita percaya sebagai wakil kita, siapa yang mampu mengemban amanah dari kita untuk menjadi harapan masyarakat. Lalu dari kacamata penduduk desa, kenapa pemilu seakan hanya dilakukan sebagai formalitas dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai warga Negara?. Sepertinya salah satu fungsi pemilu yaitu sebagai sarana partisipasi politik masyarakat, tidak terlaksana dengan baik.

Saat kutanya “Ibuk, kalo aku ngga ikut nyoblos gimana?”.

“Ya nggak papa, mungkin kamu Cuma diinget aja sama panitianya sebagai warga tak patuh yang tidak ikut pemilu”

Oh, jadi karena takut pada penitianya ya?. Apa sih kuasa panitia?.

Sejak kita duduk dibangku sekolah dasar, pengenalan azas untuk pemilu sudah sering masuk dalam pembahasan. Dalam soal uraian ulangan, mungkin kita sering dapati pertanyaan seperti “Sebutkan azas azas dalam pemilu!”. Dan barangkali karena sebelumnya sudah diulang ulang oleh bapak ibu guru, kita hanya perlu mengembangkan apa saja yang ada dalam kata “luberjudil”; langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Langsung berarti kita sebagai si “penerima undangan” harus datang sendiri ke TPS (tempat pemungutan suara). Artinya tanpa perantara.

Umum berarti berlaku untuk semua kalangan yang sudah cukup usianya dan sudah memiliki KTP.

Dan bebas itu berarti siapapun yang kita pilih tidak menjadi masalah. Kita bebas memilih siapapun.

Rahasia artinya tidak diketahui oleh siapapun siapa yang kita pilih kan?.

Jujur artinya bertindak sesuai denagn peraturan yang berlaku, tidak ada kebohongan, tidak ada kecurangan.

Dan terakhir adalah adil. Yaitu mendapatkan perlakuan yang sama rata.

Namun, apa sih gunanya diadakan pemilu jika rakyat sudah pasrah siapa saja yang bakal jadi pemenangnya?. Tidak ada semangat dalam diri mereka untuk menentukan dan percaya pada pilihannya. Yang ada hanya usaha menggugurkan kewajiban sebagai warga Negara yang baik. Ya, itu saja.

Resensi Buku Anak Semua Bangsa, Tetralogi Buru Jilid 2

 

Resensi Buku Anak Semua Bangsa

 

 

Judul : Anak Semua Bangsa

Penulis : Pramodya Ananta Toer

Penerbit : Hasta Mitra

Tahun Terbit : 2002 (Cetakan ke 6)

 

Tentang Penulis :

Telah kita ketahui bersama bahwa salahsatu penulis hebat dari Indonesia adalah beliau, Pramoedya Ananta Toer. Dari karyanya, kita akan sama sama tahu betapa beliau adalah seorang pengamat yang hebat. Analisis analisis cerdasnya tertuang dalam bagaimana penggambaran segala tingkah polah tokoh cerita dalam karyanya juga bagaimana cara beliau mendeskripsikan peristiwa peristiwa hebat dengan jalan cerita yang apik. Ada banyak hal yang dapat kita pelajari pada diri beliau lewat karya karyanya, salah satunya adalah “Anak Semua Bangsa” yang merupakan jilid dua dari Tetralogi Buru dengan karya pertama beliau, Bumi Manusia. Kita akan diajak lebih berkenalan lagi dengan sosok Minke yang memang menjadi tokoh utama pada buku sebelumnya, tak lagi tentang mengenal orangnya, pada Anak Semua Bangsa kali ini pembaca akan diajak menyelami pikiran Minke, juga segala hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

 

Sinopsis :

Minke dibuat kesal dengan perkataan dan saran dari sahabatnya, Jean Marais. Pria itu menginginkan Minke menulis dalam bahasa Melayu. Amarah Minke makin menjadi jadi saat Jean mengatakan bahwa Minke tak kenal dengan bangsanya sendiri. Pendapat Jean juga didukung  oleh Kommer, ia bilang ada banyak hal yang tak Minke ketahui tentang bangsanya sendiri, padahal Kommer bukan seorang pribumi, jelas Minke tersinggung. Dan ia dengan yakin mengatakan pada Minke bahwa ia lebih mengenal bangsa ini daripada Minke sendiri.

Kabar telegram dari Panji Darman agaknya membuat Minke dan Nyai Ontosoroh makin bersedih. Hari hari yang dilalui tak lagi seceria dulu, saat Annelies masih bersama disamping mereka. Karena itu, Minke menurut saja saat mertuanya itu mengajaknya ke Sidoarjo, ke rumah Paimin, satu satunya saudara Nyai yang kini bekerja sebagai juru bayar di salah satu pabrik gula yang berlokasi di Sidoarjo. Tujuan awalnya hanya ingin berlibur, membebaskan diri sejenak dari penat. Namun siapa sangka, perjalanan itulah yang membuatnya bertemu dengan orang macam Surati dan keluarga Trunodongso.

Dan dari kota itulah, Minke memulai perjalanannya untuk lebih mengenal bangsanya sendiri, membuktikan pada Jean dan Kommer bahwa keduanya salah menilai Minke sebagai pribumi yang tak kenal dengan bangsanya sendiri. Pertemuan pertemuan Minke dengan orang orang yang kelak akan menyadarkan Minke bahwa kiranya selama ini, ia terlalu berbangga diri sebagai seorang lulusan HBS, dan bagaimana pola pikir ala Eropa yang selama ini dipelajarinya, tidak selalu tepat.

 

Ulasan :

Jika pada buku yang sebelumnya (Tetralogi Buru pertama : Bumi Manusia) fokus penulis adalah pada kehidupan pribadi masing masing tokoh, maka lain halnya dengan jilid kedua ini, Anak Semua Bangsa yang lebih mengarahkan cerita pada bagaimana lingkungan di sekitar tokoh utama (Minke). Penulis menjabarkan tentang segala hal yang sebelumnya belum terjamah dan tak mampir pada pikiran Minke. Kadang juga dibuat gemas bagaimana keras kepalanya si tokoh utama terhadap nasehat sahabatnya.

Alasan Pramoedya menulis ini kiranya sebagai lanjutan dari novel sebelumnya. Novel yang ditulisnya ketika di pengasingan ini memiliki banyak sekali pesan moral, utamanya pada generasi muda dimasa mendatang. Nasionalisme adalah salahsatu hal yang ditanamkan beliau dalam karyanya ini. Mencintai bangsa sendiri itu penting.

 

Keunggulan :

Hal yang sangat menarik disini adalah bagaimana cara penulis menggambarkan ceritanya tanpa mendikte pembaca. Pembaca diajak menyelami berbagai permasalahan dengan pemikiran dari sudut pandang masing masing. Pembaca bebas mengekspresikan cerita sesuai pikiran mereka, tanpa harus repot repot mengikuti pola pikir penulis.

Isi dari buku ini juga mengandung banyak pelajaran. Pembaca akan temukan banyak hal dari masalalu yang kiranya dapat dijadikan pelajaran untuk masa kini. Juga akan diajak berekreasi pada masa masa lampau, dimana sejarah tercipta. Kita akan ketahui bagaimana peristiwa sejarah dari sudut pandang masyarakat biasa.

 

Kekurangan :

Tidak banyak kekurangan yang ada pada buku ini, jikalaupun ada itu mungkin hanya dari beberapa kata yang memang sulit ditafsirkan maknanya oleh pembaca awam. Beberapa kata baru yang tidak ada di catatan kaki. Hanya itu saja, selebihnya buku ini menjadi teman seru menghabiskan waktu, mengajak pembaca berselancar dalam alam pikir namun tak juga dengan topik berat yang akan membuat bingung.

Resensi Buku Bumi Manusia, Tetralogi Buru Jilid 1

 

Resensi Buku Bumi Manusia

 

 

Judul : Bumi Manusia

Penulis : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Lentera Dipantara

Tahun Terbit : 2005

Tentang Penulis :

Pramoedya Ananta Toer, mendengar namanya saja mengingatkan kita pada sosok inspiratif dengan quotes bijaknya “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Itu hanya salahsatu buah pikiran beliau, saat kita mau mengenalnya lebih dalam lagi, kita akan dapati betapapun besar rasa cinta beliau pada dunia sastra dan tulis menulis. Maka tak heran, beliau punya karya dengan kuantitas dan kualitas yang hebat. Salah satunya adalah bagian pertama dari karya beliau Tetralogi Buru, Bumi Manusia.

Sinopsis ;

Annelies Mallema mencintai Minke sejak pertemuan pertama mereka di kediaman Mallema “Boederij Buitenzorg”. Minke hanya seorang pemuda pribumi yang pada masa itu statusnya lebih rendah dari Ann yang darahnya merupakan campuran dari Herman Mallema (keturunan asli Eropa) dan Nyai Ontosoroh, seorang gundik. Meski begitu, Ann lebih suka menjadi pribumi seperti ibunya yang sangat ia kagumi.

Minke begitu penasaran bagaimana bisa seorang gundik yang jelas rendah statusnya macam Nyai Ontosoroh memiliki pemikiran dan berperilaku modern selayaknya orang Eropa yang ditinggikan stratanya. Juga manisnya wajah ayu Annelies, dara cantik nan kesepian yang berhasil memikat hatinya. Ditambah lagi dengan nasihat bijak dari Jean sahabatnya bahwa “Cinta itu indah, Minke, juga kebiasaan yang membuntutinya., Orang harus mampu menghadapi akibatnya”. Maka tanpa pikir panjang lagi,  pemuda itu memutuskan untuk kembali lagi menemui kekasihnya begitu Darsam (pesuruh keluarga Mallema) datang menjemput. Ia putuskan untuk tinggal bersama kekasihnya, Ann.

Segala macam tantangan dihadapi oleh Minke dan Ann demi bisa bersatu. Meski itu berarti Minke harus menerima dengan lapang dada saat teman teman sekolahnya di HBS mengolok oloknya sebagai “Simpanan Nyai”, ia tak begitu ambil pusing. Namun hal yang benar benar menguji mereka, adalah ketika gugatan hak asuh Annelies kembali dipermasalahkan di jalur hukum, milik Eropa.

Ulasan :

Fakta yang diketahui bersama adalah bahwa karya besar “Bumi Manusia” ini lahir saat beliau mendekam dibalik penjara. Bahkan naskah itu dibakar sebelum akhirnya Pramoedya memiliki cara dengan memendam kertas itu dalam tanah sampai hari kebebasannya. Mungkin salahsatu tujuan beliau menulis “Bumi Manusia” ini adalah agar kelak, anak anak muda lebih mencintai darahnya sendiri pun lebih bangga pada negaranya. Juga memberi gambaran, seperti apa sebenarnya keadaan Indonesia dulu sebelum merdeka, dan masih dalam kekuasaan bangsa Eropa.

Keunggulan :

Dilihat dari cover menurut saya sudah bagus dan sudah menggambarkan isi buku.

Dinilai dari isi, buku ini adalah sebuah mahakarya yang menyimpan banyak sekali pembelajaran didalamnya. Sedikit banyak kita akan mempelajari apa apa saja yang sebenarnya terjadi pada zaman pendudukan Belanda. Penulis banyak menyampaikan pesan lewat pribadi pribadi tokohnya juga segala peristiwa yang terjadi. Bagaimana penulis bisa merangkai cerita sebagus ini adalah hal yang saya kagumi. Dan yang lebih hebatnya lagi, tulisan ini memberi mindset baru pada saya bahwa meskipun ada kepesimisan yang membuat kita ingin menyerah dan mengaku kalah, kita harus tetap melawan, dengan sebaik baiknya, sehormat hormatnya.

Kekurangan :

Mungkin kekurangan buku ini hanya pada penulisannya yang sering didapati adanya typo. Atau juga beberapa kalimat yang memang sulit dipahami maknanya. Selebihnya, buku ini karya orang hebat.

Kamis, 10 Desember 2020

Resensi Buku Gadis Kretek, Ratih Kumala

 

Resensi Buku Gadis Kretek

 


Judul               : Gadis Kretek

Penulis             : Ratih Kumala

Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit    : 2012

 

Ratih Kumala merupakan penulis asal Indonesia yang banyak menulis karya berupa novel, cerita pendek, dan skenario. Selain novel “Gadis Kretek” yang berhasil masuk dalam 10 besar penerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa sehingga semakin melambungkan namanya, Ratih Kumala juga menulis banyak karya karya lain seperti Novel Tabula Rasa yang menjadi pemenang ketiga lomba menulis novel Dewan Kesenian Jakarta, Novel Genesis, Kumpulan Cerpen Larutan Senja, Novel Kronik Betawi, Novel Bastian dan Jamur Ajaib, dan juga  novel berjudul Wesel Pos.

Gadis Kretek merupakan novel bertema unik yang mengambil topik berupa Kretek. Pembaca akan diajak berselancar untuk mengulas balik bagaimana sebenarnya perkembangan kretek utamanya di Pulau Jawa. Bahkan dengan disertai ilustrasi berbagai merk dagang kretek dan cerita dibaliknya.

Diawal cerita, kita akan disuguhi lakon utama seorang pemuda bernama Lebas yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara yang merupakan pewaris pabrik rokok “Djagad Radja”. Pembaca akan dibuat penasaran pada sosok “Jeng Yah” yang namanya sering disebut sebut oleh Soeradja ketika pria tua itu sedang tidak sadarkan diri atau dalam keadaan tertidur. Ketiga anak Soeradja yaitu Lebas, Tegar, dan Karim memilih mencari tau siapa sebenarnya sosok Jeng Yah yang sepertinya sangat dirindukan oleh Ayahnya yang bahkan nama ibu mereka, Purwanti pun tidak pernah disebut. Lebas menduga, Jeng Yah ini adalah wanita masa lalu Ayahnya, mungkin semacam mantan kekasih?.

Lalu mengapa judul novelnya adalah “Gadis Kretek?” pertanyaan ini akan terjawab melalui petualangan tiga bersaudara ini mengitari kota kota kretek dan kilas balik mengenai masalalu Ayah mereka. Dibumbui pertengkaran pertengkaran dari Tegar si sulung dan Lebas si bungsu yang memang tidak pernah akur, dan Karim lah sebagai anak kedua yang akhirnya terpaksa mengalah dengan selalu menjadi penengah diantara keduanya. Tegar merupakan sosok yang tegas, disiplin, pekerja keras, dan penurut. Sikapnya yang demikian inilah yang agaknya menjadi faktor terpilihnya Tegar sebagai Direktur Utama Pabrik Rokok “Djagad Radja” selain karena dia yang memang merupakan putra sulung. Sejak kecil, Tegar telah dilatih dan dibekali oleh Ayahnya dasar dasar menjadi pemimpin pabrik. Tegar belajar cara melinting rokok, memilih bahan baku, hingga ke manajemen pabrik meski itu artinya masa remajanya harus ia habiskan untuk mempelajari seluk beluk pabrik. Berbeda dengan abangnya, Lebas merupakan pemuda bujang berjiwa bebas. Ia selalu melakukan apapun yang diinginkannya sehingga hidupnya terkesan asal asalan. Sedangkan Karim, dia yang paling kalem. Menjadi anak penurut bahkan saat terpaksa harus mendengarkan dongeng dongeng dari kakeknya yang kelak, akan menjadi berguna saat mereka mancari keberadaan Jeng Yah.

Dan dari sini, kita akan mengetahui alasan mengapa Soeradja begitu mendamba kehadiran Jeng Yah disaat saat terakhir dalm hidupnya, ia ingin bertemu Jeng Yah, Gadis Kreteknya.

 

            Alasan penulis menulis novel Gadis Kretek didasari oleh rasa penasarannya pada pabrik kretek milik sang kakek yang sayangnya sudah meninggal sebelum penulis lahir. Penulis juga melakukan riset selama kurang lebih empat tahun dengan mendatangi pabrik pabrik kretek yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mendapatkan gambaran seperti apa perkembangan dari kretek itu sendiri. Dan dengan dikombinasikan dengan ide cerita yang penulis punya, jadilah novel hebat ini.          

Bagi saya, novel ini sangat keren. Produk lokal Indonesia yang memiliki jalan cerita menarik dan penuh pengajaran apalagi dilatar belakangi tempat tempat atau kota yang ada di Indonesia seakan membuat saya dapat sedikit membayangkan cerita ini secara nyata meski hanya dalam imajinasi saya. Gaya bahasa novel ini terkesan nyaman dan membuat pembaca betah membacanya tanpa harus bingung dengan jalan cerita atau kalimat yang berbelit belit. Cukup simple namun dengan jalan cerita anti mainstream yang akan membuat pembaca tidak akan pernah menduga akan seperti apa endingnya. Beberapa peristiwa sejarah juga diceritakan secara singkat lewat novel ini sehingga pembaca sedikit memiliki gambaran seperti apa penjajahan jepang, peristiwa proklamasi, hingga sampai pada G30S PKI dilihat dari sudut pandang rakyat biasa. Dalam novel ini pembaca akan juga dibuat gemas dengan polah pemilik pabrik kretek “Djagad Radja” Soedjagad dan Soeradja. Juga mungkin akan terpikat pada sosok Jeng Yah. Perbedaan zaman antara tiga generasi pun turut menyumbang kelayakan novel ini menjadi 10 besar penerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2012.

Namun, hal yang sedikit disayangkan adalah tentang endingnya yang menurut saya kurang memuaskan. Entah karena apa, dibagian bagian akhir sepertinya terasa terlalu tergesa gesa menuju Ending sehingga hasilnya kurang pas. Selebihnya, dua jempol untuk buku karya Ratih Kumala.

 

Resensi Buku Saman, Ayu Utami

 

Resensi Buku Saman

Judul               : Saman

Penulis             : Ayu Utami

Penerbit           : Kepustakaan Populer Gramedia

Tahun Terbit       : 2013

 

            Ayu Utami memiliki nama asli Justina Ayu Utami yang merupakan seorang aktivis jurnalis dan sastrawan berkebangsaan Indonesia. Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman memenangi sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 1998. Ia dikenal sebagai novelis pendobrak kemapanan khususnya masalah seks dan agama. Beberapa novel karyanya selain Saman yaitu Larung (2001), Bilangan Fu (2008), dan Novel Manjali Dan Cakrabirawa (2010), ia juga menulis biografi yaitu Cerita Cinta Enrico (2012) dan Soegija : 100% Indonesia (2012),  Juga menulis esai berjudul Si Parasit Lajang (2003) dan masih ada lagi yang lain. Ayu Utami menyabet banyak penghargaan diantaranya adalah roman terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1998 (untuk Saman), Prince Claus Award 2000, dan Khatulistiwa Literary Awards, kategori prosa pada tahun 2008 untuk novelnya Bilangan Fu.

Saman merupakan novel bergenre fiksi namun dengan jalan cerita realistis yang sedikit banyak mengisahkan permasalahan nyata yang terjadi dalam masyarakat. Judul Saman diambil dari nama samaran tokoh utama yaitu  Athanasius Wisanggeni. Untuk suatu alasan Wis mengganti namanya menjadi Saman, semua itu dilakukan untuk membuatnya aman dari segala ancaman yang didapatnya setelah membantu penduduk dusun menghidupkan kebun karetnya.

Selain Saman, pembaca juga akan dikenalkan pada empat sosok wanita yang telah lama bersahabat. Yasmin si gadis cerdas nyaris sempurna dengan segala kelebihan yang dimilikinya sehingga membuatnya menjadi wanita yang diidamkan laki laki. Lalu Laila, gadis perawan yang sangat mencintai Sihar si pria beristri, cintanya utuh dan tulus, ia tak segan berkorban untuk Sihar meski kadang mendapat balasan yang tak mengenakkan. Ada juga Shakuntala, si gadis pemberontak yang menganggap dirinya adalah seorang peri yang gemar menari. Ia merupakan sahabat Laila yang memilki sikap setia kawan yang royal namun sangat membenci ayah dan saudaranya. Juga ada si Binal, Cok yang sering bergonta ganti pacar. Pembaca juga akan menemukan Sihar yang memang jika dilihat dari beberapa sisi merupakan pria menyebalkan yang berselingkuh dari istrinya. Namun Sihar itu pekerja keras dan sopan, tak pernah berkata kasar pada perempuan, ia sangat menghormati perempuan.

Dan tokoh utamanya, Saman, merupakan pemuda yang sebenarnya baik hati. Ia begitu menyayangi Upi, gadis yang kehilangan kewarasannya dan sering meresahkanb warga karena gemar memperkosa ternak. Saman yang saat itu masih mamakai nama aslinya yaitu Wisanggeni, membangunkan tempat pengurungan yang lebih nyaman untuk Upi. Ia bahkan juga membantu warga warga dusun yang masih tertinggal untuk memperbaiki perkebunan dan membangun sebuah rumah produksi dan banguinan yang dapat menghasilkan listrik untuk warga. Wis rela berkorban, dianiaya, dan bahkan hampir terbakar hidup hidup untuk membela hak hak warga kampung yang hendak diambil oleh orang orang yang mengatasnamakan diri sebagai pesuruh Gubernur.

Selain konflik mengenai pertambangan minyak tempat kerja Sihar dan perkebunan karet warga yang mulai dibangun oleh Wis, novel ini juga menunjukkan sisi menarik pada para pembaca lewat kisah kasih yang terjalin diantara para tokohnya. Saman akan membuat pembacanya mengembangkan imajinasinya dengan bebas lepas.

 

Penulisan novel Saman dilatar belakangi oleh peristiwa pemecatan kerja yang terjadi setelah penulis melakukan demo saat terjadinya pemberedelan pada tahun 1994. Ia yang awalnya bekerja sebagai seorang wartawan jurnalistik menyadari bahwa ia tidak bisa hanya menulis  berita. Ia harus menulis tulisan yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaanya. Pilihannya jatuh kepada sastra dengan tidak meninggalkan unsur seks, agama, dan fantasi miliknya, hingga akhirnya, terbitlah Saman sebagai hasil dari buah pikirannya.

Novel ini ditulis menggunakan bahasa yang teramat indah, penyajian alur campuran yang disampaikan agaknya menambah nilai plus dari novel ini. Setiap deskripsi tingkah polah pelaku digambarkan penulis secara apik. Novel ini juga memiliki teramat banyak pesan moral yang sepatutnya layak untuk dikaji. Penulis juga membebaskan pemikiran pembaca tentang jalur ceritanya, tidak menggiring opini pembaca untuk sama satu suara. Hal ini teramat perlu diapresiasi

Hal yang perlu dikritisi mungkin tentang beberapa isi novel yang sebaiknya tidak boleh dibaca anak usia dibawah 17 tahun. Dan mungkin karena keindahan bahasa yang ditulis oleh penulis agaknya membuat beberapa kalimat terlalu sulit dipahami maknanya.

Resensi Buku Perempuan Di Titik Nol, Nawal El - Saadawi

 

Resensi Buku Perempuan Di Titik Nol

 


 Judul : Perempuan Di Titik Nol

Penulis : Nawal El Saadawi

Penerjemah : Amir Sutaarga

Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Tahun Terbit : 2002

            Nawal El Saadawi merupakan seorang penulis berkebangsaan mesir. Selain seorang penulis, ia juga merupakan seorang aktivis, dokter, dan psikiater feminis mesir. Beliau merupakan pendiri dan presiden Asosiasi Arab untuk Hak Asasi Manusia yang juga dianugrahi gelar kehormatan di tiga benua. Ia pernah menjabat sebagai penulis di Dewan Tertinggi Seni dan Ilmu Sosial Kairo, Direktur Jenderal Departemen Pendidikan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kairo, Sekertaris Jenderal Asiosiasi Medis Kairo, Mesir. Dokter medis di Rumah Sakit Universitas dan Kementerian Kesehatan. Selain itu ia juga pendiri Asosiasi Pendidikan Kesehatan dan Asosiasi Penulis Wanita Mesir, dia adalah pemimpin redaksi majalah kesehatan di Kairo, dan editor Majalah Asosiasi Medis.

Perempuan Di Titik Nol merupakan novel yang mengangkat cerita, kisah nyata dari seorang perempuan bernama Firdaus. Novel ini menceritakan bagaimana kehidupan seorang perempuan bernama Firdaus yang kelam dan menyedihkan. Disini digambarkan dengan jelas bagaimana perbedaan derajat antara laki laki dan perempuan Mesir dimana hak hak perempuan seperti dikesampingkan. Bagaimana perlakuan keji beberapa laki laki kepada Firdaus agaknya sanggup membuat pembaca, utamanya perempuan merasa ngeri. Semudah itu harga diri seorang perempuan di nomor kesekiankan dan dianggap tidak penting. Pendidikan untuk perempuan juga seolah olah bukan sesuatu yang diperlukan karena mereka menganggap tempat akhir perempuan hanyalah di dapur dan di kasur. Bahkan, meski Firdaus mengenyam pendidikan, mendapat ijasah, dan memiliki nilai akademik yang baik, hal itu tidak terlalu berguna. 

Di awal, Pembaca akan dibuat penasaran akan sosok Firdaus. Wanita lemah lembut yang akan dihukum mati setelah di dakwa melakukan pembunuhan terhadap seseorang. Awalnya, Firdaus memilih tutup mulut dan tidak ingin menceritakan apapun pada siapapun hingga pada akhirnya, sehari sebelum hukuman gantung itu dimulai, Firdaus mau buka suara. Pada penulis, Firdaus menceritakan kisah kisah kelam masa lalunya yang membawa perempuan lemah lembut itu hingga sampai mendekam di Penjara.

Sejak kecil, Firdaus dididik untuk menjadi wanita penurut yang selalu melayani laki laki, dalam kasus ini adalah ayahnya. Firdaus harus bekerja dan membantu ibunya mengurus rumah. Tak jarang pula ia tidak makan dan merasakan kelaparan juga kedinginan dengan saudara saudaranya yang lain meski ayahnya hidup dengan enak dan selalu bisa makan dan tidur nyaman.

Penderitaan yang dialami Firdaus semakin bertambah saat pamannya melakukan pelecehan padanya. Ternyata hal itu sudah dialami Firdaus sejak ia kecil, sejak ia belum tau menahu dan memahami bahwa hal hal seperti itu merupakan hal sara untuk dilakukan. Hal itu berlanjut hingga Firdaus besar. Tidak hanya pamannya, teman laki laki bahkan beberapa orang yang baru ditemuinya pun melakukan hal yang sama. Termasuk suaminya yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Ia mulai menjadi pelacur saat mengenal perempuan yang bernama Sharifa. Ia pergi dari Sharifa dan mendapat pekerjaan di perusahaan, ia pikir ia akan berhenti menjadi pelacur. Dan saat Firdaus berani merasakan cinta pada seorang laki laki, ia dihianati. Laki laki itu memilih perempuan lain yang kiranya bisa mengamankan posisinya di dunia kerja. Saat itu, Firdaus memilih kembali menjadi pelacur lagi.

Masih banyak sekali hal yang dapat pembaca pelajari dari buku berjudul “Perempuan Di Titik Nol” ini. Segala hal yang membuat Firdaus memilih menjadi pelacur dan berani membunuh seseorang agaknya perlu dikaji untuk mendapatkan pembelajaran tentang kehidupan seorang perempuan, makhluk lemah yang mudah dicurangi dan mendapatkan kejahatan.

 

            Alasan penulis menulis novel ini mungkin karena latar belakang penulis yang merupakan seorang aktivis perempuan. Apalagi novel ini diilhami dari kisah nyata yang narasumbernya berhasil di wawancarai langsung oleh penulis. Buku ini sangat sesuai dengan penulis yang memang memiliki karya karya yang membahas tentang perempuan, kehidupan, status, dan psikologi.

 

Dari segi isi, Perempuan Di Titik Nol memiliki banyak sekali pelajaran, utamanya bagi perempuan perempuan agar lebih hati hati dan mencintai diri sendiri. Namun sedikit yang kurang dari novel ini adalah beberapa kalimat yang sulit untuk dipahami, pengulangan beberapa kalimat di bab yang berbeda membuat saya bingung dan tidak jarang gagal memahaminya.

Resensi Buku Animal Farm, George Orwell

 

Resensi Buku Animal Farm

 

                     
Judul : Animal Farm
Penulis : George Orwell
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Penerbit : Bentang
Tahun Terbit : 2015 

George Orwell merupakan nama pena dari Eric Arthur Blair, Seorang sastrawan Inggris yang terkenal berkat karyanya yakni Nineteen Eighty-Four dan Animal farm. Ia adalah seorang novelis, esai, jurnalis, dan kritikus inggris. Kecermatannya mengamati dan menganalisis lingkungan sosial tertuang dalam salah satu karyanya yaitu “Animal Farm” dimana kritik kritik pedas nan cerdas ia lontarkan terhadap politik dan pemerintahan. Karena itu tidak mengherankan jika pada tahun 2008, The Times menempatkankan George Orwell di peringkat kedua diantara 50 penulis Inggris terhebat sejak 1945.

Animal Farm merupakan novel berlatar belakang sebuah peternakan bernama Manor yang ada di Inggris sehingga tidak mengherankan jika tokoh utamanya merupakan binatang binatang ternak seperti babi, ayam, kuda, sapi, domba, keledai, anjing dan masih banyak lagi binatang binatang lain yang turut andil mengambil peran penting. Alur cerita dikemas menarik dengan jalan cerita yang seru dan tak terduga. Pembaca akan dibuat gemas oleh tingkah tingkah binatang ini yang mirip dengan tingkah polah manusia. Diawal cerita, pembaca akan bertemu dengan Major, si babi putih tua yang kelak, lewat mimpinya akan melatar belakangi peristiwa pemberontakan para binatang binatang ini untuk menumbangkan kekuasaan manusia. Kemudian pembaca akan juga bertemu dengan dua pemimpin besar dari babi babi tersebut yaitu Napoleon dan Snowball. Lewat keduanya, kita akan menyadari dua perbedaan perilaku seorang pemimpin yang kemudian akan juga terlihat perbedaan besar dari sistem pemerintahan yang dianutnya karena bagaimanapun Napoleon dan Snowball selalu punya perbedaan besar dalam berpendapat. Ada juga si babi Squealer dengan mulut manisnya yang berhasil mempengaruhi suara masa untuk kemudian mengikuti kemauannya, ia adalah penjilat yang penuh tipu muslihat. Merupakan seorang pendukung yang dalam cerita ini sangat setia pada sang pemimpin, entah si pemimpin itu benar atau salah. Lalu ada juga kuda perkasa bernama Boxer dan Clover yang dengan royalnya menyumbangkan tenaga mereka untuk menggarap ladang juga membangun kincir angin yang diharapkan kelak akan mampu memudahkan pekerjaan ladang mereka sehingga memiliki hasil yang melimpah. Sayangnya, keduanya terlalu lugu atau bahkan mungkin bodoh untuk menyadari tipu muslihat si penguasa. Penggagas konsep kincir angin ini adalah Snowball, yang sebelumnya sudah banyak membaca buku buku milik pemilik pertenakan yang lama, manusia benama Pak Jones.

Pembaca akan diajak melihat jalan cerita dari sudut pandang para binatang, karena itu pembaca akan dikenalkan pada lagu “Binatang Inggris” dan juga menjumpai 7 perintah yang ditulis besar besar oleh para wakil binatang pada tembok. Isi daripada prinsip Binatangisme adalah :

1.      Apapun yang berjalan dengan dua kaki adalah musuh.

2.      Apapun yang berjalan dengan empat kaki dan bersayap adalah teman.

3.      Tak seekor binatang pun boleh mengenakan pakaian.

4.      Tak seekor binatang pun boleh tidur diranjang.

5.      Tak seekor binatang pun boleh minum alcohol.

6.      Tak seekor binatang pun boleh membunuh binatang lain.

7.      Semua binatang setara.

Dan kelak, pembaca akan mendapati berbagai penyelewengan dari peraturan peraturan terjadi. Beberapa peraturan mulai berubah maknanya, ada beberapa peraturan yang ditambah dan dikurangi, juga ada peraturan yang tidak lagi berlaku. Di akhir cerita, pembaca akan menemukan siapa pemegang peran antagonis dalam cerita ini

 

Alasan penulis menulis Animal Farm ini kemungkinan adalah sebagai bentuk kritik terhadap sistem politik yang diterapkan oleh suatu Negara. Banyak pesan moral yang dituliskan oleh si penulis agar pembaca bisa lebih pintar lagi membaca situasi pemerintahan yang terjadi. Agar tidak lagi dibodoh bodohi oleh penguasa.

Menurut saya pribadi, novel ini adalah novel yang seharusnya dibaca oleh banyak orang. Pembelajaran atau pesan moral yang terdapat dalam buku Animal Farm ini seharusnya bisa menyadarkan pembaca untuk memperbaiki sistem pemerintahan yang ada di negaranya. Dari segi bahasa, meskipun merupakan novel terjemahan, Animal Farm  merupakan novel yang tidak sulit dipahami makna katanya. Sedikit kritik adalah tentang cover yang menurut saya kurang menarik. Entah karena desainnya yang terlalu simple atau juga dari pewarnaan cover yang hanya didominasi oleh warna merah muda. Namun dari segi isi, novel beraliran satire ini merupakan buku hebat yang perlu diapresiasi.

Senin, 07 Desember 2020

Mahasiswa Harapan Umat?

Senin, 7 Desember 2020

Mahasiswa Harapan Umat?

Mahasiswa.
Adalah status yang diagung agungkan utamanya bagi orang orang kampungku yang mayoritas penduduknya berpendidikan hanya pada tingkat sekolah dasar. Bahkan tidak jarang kata Mahasiswa disama artikan dengan kata “calon orang sukses”. 
Ada kekaguman saat mereka mendengar status “Mahasiswa” yang saat ini kusandang. Sering dikira status ini akan lebih tinggi nilainya kelak daripada teman sebayaku yang saat ini sudah bekerja. Benarkah? Benarkah anak yang menghabiskan penghasilan orangtua untuk membayar UKT lebih baik daripada anak anak yang bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga?.
Status Mahasiswa bukan jaminan akan memiliki masa depan cerah nantinya. Buktinya, ada atau bahkan banyak sarjana yang menganggur saat ini. Tidak semua, tapi bukan berarti tidak ada. Jika sudah seperti ini, bukankah penyamaan arti antara Mahasiswa dengan “Calon orang sukses” perlu dihapuskan?. Bukankah arti kata calon ini merujuk pada kata “akan” sehingga seharusnya kata “Sarjana” bisa disama artikan dengan kata “Orang sukses”.
Sebelum pembahasan ini terlalu melantur, kita seharusnya terlebih dahulu mengetahui pengertian tentang Mahasiswa itu sendiri kan?. Apasih pengertian dari Mahasiswa itu?. 
Kata Mahasiswa terbentuk dari dua kata dasar yaitu “Maha” yang berarti besar atau agung dan “Siswa” yang berarti orang yang sedang belajar. Jadi, mahasiswa adalah? Orang besar yang sedang belajar?. Hoho, tidak semudah itu, Ferguso!. Tidak sesimple itu.
Dilansir dari Wikipedia, Mahasiswa adalah sebutan bagi orang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi yang terdiri dari sekolah tinggi, akademi, dan yang paling umum adalah Universitas. Sumber lain menambahkan bahwa pengertian dari Mahasiswa adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri Mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri.
Mungkin, hal yang membuat Mahasiswa terlihat  besar adalah karena jabatan elitnya yang tertuang dalam Tri Fungsi Mahasiswa. Dimana disitu tertulis 3 peran strategis Mahasiswa yaitu sebagai Agent of Change, Social Control, dan Iron Stock. Sebesar itu tanggungan seorang Mahasiswa untuk masyarakat. Sayangnya, tidak semua yang berstatus “Mahasiswa” mampu mengampu tanggungan tersebut. Kuantitas tidak sejalan dengan kualitas.
Sebagai Agent of Change (Generasi Perubahan). Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan ilmu yang didapatnya untuk membantu pembangunan Indonesia agar semakin membaik kedepannya. Karena itu, jika ada sesuatu yang salah terjadi di lingkungan sekitarnya, peran Mahasiswa sangat dibutuhkan untuk mengembalikan penyelewengan itu ke tujuan yang sebenarnya. Sudahkah hal ini dilakukan oleh semua penyandang status Mahasiswa?. 
“Sudah kok, nah itu demo demo yang dilakukan Mahasiswa kan sebagai bentuk pembelaan untuk masyarakat jika dirasa kebijakan pemerintah merugikan dan tidak sesuai dengan rakyat”
Eh iya kah?, demo demi rakyat ini kan saking hebatnya sampai bisa merusak fasilitas fasilitas yang dibangun dari uang pajak milik rakyat.
Peran yang kedua adalah sebagai Social Control (Generasi Pengontrol). Kepekaan sosial adalah kunci utama disini. Sayangnya si “Mahasiswa” ini sedang dininabobokkan oleh kuliah online dengan kelancaran internet berkat aliran dana berupa “kuota belajar gratis” dari pemerintah. Dengan dalih kewajiban menyelesaikan tugas, mereka mengesampingkan fungsi mereka sebagai Social Control yang seharusnya lebih aktif dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Bagaimana Mahasiswa mau mengkritik, memberi saran, memberi solusi, dan berkontribusi secara nyata untuk masyarakat jika dalam kesehariannya hanya berpaku pada absen dan pemenuhan nilai?. Apakah nilai akademik ini memberi sumbangsih besar untuk masyarakat? Apa pengaruh IPK tinggi Mahasiswa terhadap problema yang dialami masyarakat?. Yang dibutuhkan masyarakat bukan itu. Nilaimu hanya sebatas angka bagi mereka, tidak ada artinya. Kecuali jika nilai atau angka itu tercantum diatas kertas berlebel rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Yang ini beda kasus tentunya.
Dan fungsi Mahasiswa yang terakhir adalah sebagai Iron Stock (Generasi Penerus). Disini diharapkan, Mahasiswa dapat menjadi penerus estafet perjuangan pendahulunya. Mahasiswa merupakan Aset berharga untuk masa depan bangsa karena teori Kaderisasi ini hukumnya mutlak. Tapi, apa iya si penyandang status “Mahasiswa” ini bisa dijadikan andalan?.

Burung Simbah

Selepas sembahyang magrib, ibuk bapak selalu menyempatkan diri untuk mengobrol. Kadang di teras, di ruang tamu atau ketika duduk lesehan di ...